} h3.post-title { text-align: center; } .post-title {text-align:center;} -->

FIQH DALAM HAJRUL MUBTADI'AH DARI SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH (2)

كلام شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله المنغص لأهل الغلو والشغب في مسألة هجر المبتدعة والمظهرين للفسق

Pernyataan Sheikh al-Islam Ibnu Taimiyah - semoga Allah merahmatinya - yang mengkritik mereka yang berlebihan dan berperilaku kasar dalam masalah hajrul mubtadi'ah (meninggalkan orang-orang yang terjatuh pada bid'ah) dan orang-orang yang menampakkan kefasikan.

Terjemah bebas dari : t.me/ibnhezam/14274

 قال الشيخ محمد بن حزام حفظه الله وتولاه في كتابه «هجر المبتدعة -- وجوبه وضوابطه»

Berkata Sheikh Muhammad bin Hizam -semoga Allah menjaganya dan memberinya perlindungan- menyatakan dalam bukunya "Meninggalkan Ahli Bid'ah - Kewajibannya dan Pedoman-pedoman":

قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله كما في مجموع الفتاوى (٢٨/ ٢٠٣):  

الْهَجْرُ الشَّرْعِيُّ نَوْعَانِ: أَحَدُهُمَا بِمَعْنَى التَّرْكِ لِلْمُنْكَرَاتِ. وَالثَّانِي بِمَعْنَى الْعُقُوبَةِ عَلَيْهَا. 

فَالْأَوَّلُ: هُوَ الْمَذْكُورُ فِي قَوْله تَعَالَى: {وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}. 

وقَوْله تَعَالَى {وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إنَّكُمْ إذًا مِثْلُهُمْ} .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu' Al-Fatawa (28/203):

Al-Hajr (Pemutusan Hubungan) Syari'yyah terbagi menjadi dua jenis: Pertama, artinya meninggalkan perbuatan mungkar. Kedua, artinya memberikan hukuman atas perbuatan mungkar tersebut.

Maka pada jenis yang pertama, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta'ala: 'Dan apabila kamu melihat orang-orang yang berbuat mungkar, maka pisahkanlah dirimu daripada mereka hingga mereka berbicara tentang yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa, maka setelah teringat janganlah kamu duduk bersama-sama dengan orang-orang yang zalim.' (QS. Al-An'am: 68). 

Juga firman-Nya: 'Dan Allah telah menurunkan kepadamu dalam Al-Kitab, bahwa jika kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya kamu akan menjadi seperti mereka.' (QS. An-Nisa': 140).

فَهَذَا يُرَادُ بِهِ أَنَّهُ لَا يَشْهَدُ الْمُنْكَرَاتِ لِغَيْرِ حَاجَةٍ مِثْلَ قَوْمٍ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ يَجْلِسُ عِنْدَهُمْ. وَقَوْمٌ دُعُوا إلَى وَلِيمَةٍ فِيهَا خَمْرٌ وَزَمْرٌ لَا يُجِيبُ دَعْوَتَهُمْ وَأَمْثَالَ ذَلِكَ. بِخِلَافِ مَنْ حَضَرَ عِنْدَهُمْ لِلْإِنْكَارِ عَلَيْهِمْ أَوْ حَضَرَ بِغَيْرِ اخْتِيَارِهِ. 

Maksud dari ini adalah bahwa seseorang tidak boleh menyaksikan perbuatan mungkar tanpa kebutuhan, seperti duduk bersama orang-orang yang minum minuman keras. Atau jika dia diundang ke sebuah perjamuan yang mengandung minuman keras dan hiburan yang tidak pantas, maka dia tidak boleh menjawab undangan mereka atau yang serupa dengan itu. Ini berbeda dengan orang yang hadir di tempat tersebut untuk mengingkari mereka atau hadir tanpa pilihan.

وَلِهَذَا يُقَالُ: حَاضِرُ الْمُنْكَرِ كَفَاعِلِهِ. وَفِي الْحَدِيثِ: {مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ}.

Oleh karena itu, dikatakan bahwa hadirnya seseorang pada acara kemungkaran (dengan sengaja dan pilihannya) sama saja dengan melakukan tindakan tersebut. Seperti dalam hadis: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka janganlah ia duduk di meja makan yang ada minuman keras di atasnya."

وَهَذَا الْهَجْرُ مِنْ جِنْسِ هَجْرِ الْإِنْسَانِ نَفْسَهُ عَنْ فِعْلِ الْمُنْكَرَاتِ. كَمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ}. 

Ini adalah hajr (pemutusan hubungan) dari jenis hajr manusia itu sendiri untuk melakukan perbuatan yang tercela. Seperti yang dikatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Muhajir adalah orang yang memutus hubungan (meninggalkan) dari apa yang dilarang Allah'.

وَمِنْ هَذَا الْبَابِ الْهِجْرَةُ مِنْ دَارِ الْكُفْرِ وَالْفُسُوقِ إلَى دَارِ الْإِسْلَامِ وَالْإِيمَانِ. فَإِنَّهُ هَجْرٌ لِلْمَقَامِ بَيْنَ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ الَّذِينَ لَا يُمَكِّنُونَهُ مِنْ فِعْلِ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ وَمِنْ هَذَا قَوْله تَعَالَى {وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ}. 

Dan termasuk dalam bab ini adalah hijrah dari negeri orang-orang kafir dan fasik ke negeri Islam dan iman. Maka itu merupakan jenis hajr tempat antara orang-orang kafir dan munafik yang tidak mampu melakukan apa yang Allah perintahkan. Allah berfirman, "Dan (juga) keburukan, maka hijrahlah (dari tempat yang melakukan keburukan tersebut)".

النَّوْعُ الثَّانِي: الْهَجْرُ عَلَى وَجْهِ التَّأْدِيبِ، وَهُوَ هَجْرُ مَنْ يُظْهِرُ الْمُنْكَرَاتِ يُهْجَرُ حَتَّى يَتُوبَ مِنْهَا كَمَا هَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ: الثَّلَاثَةَ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ تَوْبَتَهُمْ. حِينَ ظَهَرَ مِنْهُمْ تَرْكُ الْجِهَادِ الْمُتَعَيَّنِ عَلَيْهِمْ بِغَيْرِ عُذْرٍ وَلَمْ يَهْجُرْ مَنْ أَظْهَرَ الْخَيْرَ، وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا.

Jenis hajr yang kedua adalah hajr sebagai bentuk disiplin (hukuman), yaitu memutus hubungan dengan orang yang melakukan perbuatan tercela yang dilakukan terbuka, untuk ditinggalkan sampai ia bertaubat dari perbuatan tersebut. Seperti hajr (pemutusan hubungan) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan muslimin terhadap tiga orang, sampai Allah menurunkan taubat bagi mereka. Mereka ditinggalkan karena meninggalkan jihad yang wajib bagi mereka tanpa alasan yang benar, tetapi tidak ditinggalkan orang yang menunjukkan kebaikan, meskipun ia seorang munafik.

فَهُنَا الْهَجْرُ هُوَ بِمَنْزِلَةِ التَّعْزِيرِ. وَالتَّعْزِيرُ يَكُونُ لِمَنْ ظَهَرَ مِنْهُ تَرْكُ الْوَاجِبَاتِ وَفِعْلُ الْمُحَرَّمَاتِ كَتَارِكِ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالتَّظَاهُرِ بِالْمَظَالِمِ وَالْفَوَاحِشِ وَالدَّاعِي إلَى الْبِدَعِ الْمُخَالِفَةِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَإِجْمَاعِ سَلَفِ الْأُمَّةِ الَّتِي ظَهَرَ أَنَّهَا بِدَعٌ.

Maka bentuk hajr di sini adalah seperti ta'zir (hukuman khusus). Dan ta'zir ini diberikan kepada orang yang nampak bahwa dia meninggalkan kewajiban dan melakukan yang terlarang, seperti meninggalkan shalat, zakat, menunjukkan ketidakadilan, perbuatan keji, dan mempromosikan bid'ah yang bertentangan dengan Kitab dan Sunnah serta ijma ulama salaf yang telah diketahui sebagai bid'ah.

وَهَذَا حَقِيقَةُ قَوْلِ مَنْ قَالَ مِنْ السَّلَفِ وَالْأَئِمَّةِ: إنَّ الدُّعَاةَ إلَى الْبِدَعِ لَا تُقْبَلُ شَهَادَتُهُمْ، وَلَا يُصَلَّى خَلْفَهُمْ، وَلَا يُؤْخَذُ عَنْهُمْ الْعِلْمُ، وَلَا يُنَاكَحُونَ. 

Dan inilah hakekat dari ucapan orang-orang salaf dan imam-imam: bahwa para penyeru bid'ah tidak diterima kesaksian mereka, tidak boleh shalat di belakangnya, ilmu tidak diambil dari mereka, dan tidak menikahkan dengan mereka.

فَهَذِهِ عُقُوبَةٌ لَهُمْ حَتَّى يَنْتَهُوا؛ *((وَلِهَذَا يُفَرِّقُونَ بَيْنَ الدَّاعِيَةِ وَغَيْرِ الدَّاعِيَةِ؛ لِأَنَّ الدَّاعِيَةَ أَظْهَرَ الْمُنْكَرَاتِ؛ فَاسْتَحَقَّ الْعُقُوبَةَ بِخِلَافِ الْكَاتِم))ِ* فَإِنَّهُ لَيْسَ شَرًّا مِنْ الْمُنَافِقِينَ الَّذِينَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ عَلَانِيَتَهُمْ وَيَكِلُ سَرَائِرَهُمْ إلَى اللَّهِ مَعَ عِلْمِهِ بِحَالِ كَثِيرٍ مِنْهُمْ.

Ini adalah hukuman bagi mereka sampai mereka berhenti; ((dan karena itu mereka membedakan antara orang yang menyeru dan orang yang tidak menyeru, karena penyeru menampakkan kemungkaran, sehingga ia pantas mendapat hukuman berbeda dari orang yang diam))*. Maka sesungguhnya tidak termasuk kejahatan orang munafik yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menerima penyataan mereka dan menyerahkan rahasia mereka kepada Allah dengan pengetahuan-Nya tentang keadaan banyak dari mereka.

وَذَلِكَ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {إنَّ النَّاسَ إذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابِ مِنْهُ}. فَالْمُنْكَرَاتُ الظَّاهِرَةُ يَجِبُ إنْكَارُهَا؛ بِخِلَافِ الْبَاطِنَةِ فَإِنَّ عُقُوبَتَهَا عَلَى صَاحِبِهَا خَاصَّةً. 

Ini karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya jika manusia melihat kemungkaran dan tidak mengubahnya, maka hampir-hampir Allah akan menimpakan siksa kepada mereka." Oleh karena itu, kemungkaran yang tampak harus ditegur, berbeda dengan hal-hal yang bersifat batin, karena hukumannya khusus untuk pelakunya.

*((وَهَذَا الْهَجْرُ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْهَاجِرِينَ فِي قُوَّتِهِمْ وَضَعْفِهِمْ وَقِلَّتِهِمْ وَكَثْرَتِهِمْ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ بِهِ زَجْرُ الْمَهْجُورِ وَتَأْدِيبُهُ وَرُجُوعُ الْعَامَّةِ عَنْ مِثْلِ حَالِهِ. فَإِنْ كَانَتْ الْمَصْلَحَةُ فِي ذَلِكَ رَاجِحَةً بِحَيْثُ يُفْضِي هَجْرُهُ إلَى ضَعْفِ الشَّرِّ وَخِفْيَتِهِ كَانَ مَشْرُوعًا. وَإِنْ كَانَ لَا الْمَهْجُورُ وَلَا غَيْرُهُ يَرْتَدِعُ بِذَلِكَ بَلْ يُزِيدُ الشَّرَّ وَالْهَاجِرُ ضَعِيفٌ بِحَيْثُ يَكُونُ مَفْسَدَةُ ذَلِكَ رَاجِحَةً عَلَى مَصْلَحَتِهِ لَمْ يُشْرَعْ الْهَجْر))ُ*    

Hajr ini berbeda-beda tergantung pada kekuatan, kelemahan, jumlah, dan sebagainya dari orang-orang yang meng-hajr karena tujuannya adalah untuk mengecam orang yang ditinggalkan (di-hajr) dan mendisiplinkannya (memberinya hukuman), serta untuk membuat orang lain menyesali tindakan serupa. Jika tindakan hajr tersebut akan membawa manfaat yang jelas karena mendorong melemahnya kejahatan untuk menjadi lebih rendah dan tidak terlihat, maka itu disyariatkan. 

Namun jika tidak ada manfaat bagi orang yang ditinggalkan atau orang lain malah semakin terprovokasi untuk melakukan kejahatan, dan orang yang melakukan hajr menjadi lemah sehingga tindakan tersebut merugikan dirinya, maka dalam kondisi seperti ini, hajr tidak disyariatkan.

بل يكونُ التَّأْلِيفُ لِبَعْضِ النَّاسِ أَنْفَعَ مِنْ الْهَجْرِ. وَالْهَجْرُ لِبَعْضِ النَّاسِ أَنْفَعُ مِنْ التَّأْلِيفِ؛ وَلِهَذَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَأَلَّفُ قَوْمًا وَيَهْجُرُ آخَرِينَ. كَمَا أَنَّ الثَّلَاثَةَ الَّذِينَ خُلِّفُوا كَانُوا خَيْرًا مِنْ أَكْثَرِ الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ لَمَّا كَانَ أُولَئِكَ كَانُوا سَادَةً مُطَاعِينَ فِي عَشَائِرِهِمْ فَكَانَتْ الْمَصْلَحَةُ الدِّينِيَّةُ فِي تَأْلِيفِ قُلُوبِهِمْ وَهَؤُلَاءِ كَانُوا مُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنُونَ سِوَاهُمْ كَثِيرٌ فَكَانَ فِي هَجْرِهِمْ عِزُّ الدِّينِ وَتَطْهِيرُهُمْ مِنْ ذُنُوبِهِمْ 

Bahkan terkadang, berlemah lembut dengan manusia, pada sebagian mereka lebih baik daripada melakukan hajr. Dan sebaliknya, terkadang hajr lebih baik daripada berlemah-lembut. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kadang-kadang berlembut dengan orang-orang tertentu dan kadang-kadang meninggalkan yang lain. Sebagaimana kisah tiga orang yang masyhur dari sahabat nabi yang ditangguhkan penerimaan taubatnya, mereka adalah orang-orang yang lebih baik daripada kebanyakan orang yang butuh dilembutkan hatinya, dikarenakan mereka adalah pemimpin yang dipatuhi pada keluarganya. Oleh karena itu, kemaslahatan agama terletak pada melembutkan hati-hati mereka dan mereka adalah orang-orang yang sudah sejak lama beriman, sedangkan orang-orang beriman selain mereka banyak. Maka dalam pengambilan sikap hajr terhadap mereka terdapat kemuliaan untuk agama dan membersihkan mereka dari dosa-dosanya.

وَهَذَا كَمَا أَنَّ الْمَشْرُوعَ فِي الْعَدُوِّ الْقِتَالُ تَارَةً وَالْمُهَادَنَةُ تَارَةً وَأَخْذُ الْجِزْيَةِ تَارَةً كُلُّ ذَلِكَ بِحَسَبِ الْأَحْوَالِ وَالْمَصَالِحِ.

Hal ini mirip dengan apa yang diizinkan dalam kaitannya dengan musuh. Terkadang kita harus bertempur, terkadang kita harus bersikap damai, dan terkadang kita harus menarik upeti, semuanya tergantung pada keadaan dan kepentingan (apa yang lebih bermaslahat).

وَجَوَابُ الْأَئِمَّةِ كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ فِي هَذَا الْبَابِ مَبْنِيٌّ عَلَى هَذَا الْأَصْلِ وَلِهَذَا كَانَ يُفَرِّقُ بَيْنَ الْأَمَاكِنِ الَّتِي كَثُرَتْ فِيهَا الْبِدَعُ كَمَا كَثُرَ الْقَدَرُ فِي الْبَصْرَةِ وَالتَّنْجِيمُ بِخُرَاسَانَ وَالتَّشَيُّعُ بِالْكُوفَةِ وَبَيَّنَ مَا لَيْسَ كَذَلِكَ وَيُفَرِّقُ بَيْنَ الْأَئِمَّةِ الْمُطَاعِينَ وَغَيْرِهِمْ وَإِذَا عَرَفَ مَقْصُودَ الشَّرِيعَةِ سَلَكَ فِي حُصُولِهِ أَوْصَلَ الطُّرُقِ إلَيْهِ.

Jawaban para ulama seperti Ahmad dan yang lainnya dalam masalah ini didasarkan pada prinsip ini. Oleh karena itu, mereka membedakan antara tempat-tempat yang banyak terdapat bid'ah seperti banyaknya bid'ah qadariyah di Basrah, praktik astrologi di Khurasan, dan paham syiah di Kufah, serta menjelaskan apa yang tidak sesuai dengan prinsip ini dan membedakan antara para imam yang ditaati dan yang lainnya. Jika seseorang telah memahami tujuan dari syariat, maka ia harus menempuh cara yang benar untuk mencapainya.

وَإِذَا عَرَفَ هَذَا فَالْهِجْرَةُ الشَّرْعِيَّةُ هِيَ مِنْ الْأَعْمَالِ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا وَرَسُولُهُ. فَالطَّاعَةُ لَا بُدَّ أَنْ تَكُونَ خَالِصَةً لِلَّهِ وَأَنْ تَكُونَ مُوَافِقَةً لِأَمْرِهِ فَتَكُونُ خَالِصَةً لِلَّهِ صَوَابًا. فَمَنْ هَجَرَ لِهَوَى نَفْسِهِ أَوْ هَجَرَ هَجْرًا غَيْرَ مَأْمُورٍ بِهِ: كَانَ خَارِجًا عَنْ هَذَا.

Jika seseorang telah memahami ini, maka hijrah syari'ah adalah salah satu dari amalan yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Ketaatan haruslah murni untuk Allah dan haruslah sejalan dengan perintah-Nya sehingga menjadi ketaatan yang benar-benar murni untuk Allah. Siapa saja yang melakukan hijrah untuk kepuasan diri sendiri atau melakukan hijrah yang tidak diperintahkan, maka dia akan keluar dari lingkup ini.

وَمَا أَكْثَرَ مَا تَفْعَلُ النُّفُوسُ مَا تَهْوَاهُ ظَانَّةً أَنَّهَا تَفْعَلُهُ طَاعَةً لِلَّهِ. وَالْهَجْرُ لِأَجْلِ حَظِّ الْإِنْسَانِ لَا يَجُوزُ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثٍ كَمَا جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: {لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمِ أَنَّ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ؛ يَلْتَقِيَانِ فَيَصُدُّ هَذَا وَيَصُدُّ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ} فَلَمْ يُرَخِّصْ فِي هَذَا الْهَجْرِ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثٍ كَمَا لَمْ يُرَخِّصْ فِي إحْدَادِ غَيْرِ الزَّوْجَةِ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثٍ.

Banyak sekali tindakan yang dilakukan oleh manusia sesuai dengan keinginannya, dengan mengira-ngira bahwa tindakan tersebut merupakan ketaatan kepada Allah. Namun, hajr yang dilakukan karena peruntungan seseorang tidak diperbolehkan melebihi tiga hari, sebagaimana yang disebutkan dalam dua kitab hadis yang sahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim untuk meninggalkan saudaranya lebih dari tiga hari. Jika keduanya bertemu, lalu yang satu menolak sapaan, maka yang lainnya juga menolak sapaan, dan sebaik-baiknya di antara keduanya adalah yang memulai dengan memberi salam." Tidak diberikan kelonggaran dalam hal hajr ini melebihi tiga hari, sebagaimana juga tidak diberikan kelonggaran dalam masalah menyendiri dengan istri lebih dari tiga hari.

وَفِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاَللَّهِ شَيْئًا؛ إلَّا رَجُلًا كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا».

Hadis riwayat Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Pintu-pintu surga dibuka pada setiap hari Senin dan Kamis, maka diampuni setiap hamba yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, kecuali orang yang masih memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, 'Tahanlah keduanya sampai mereka berdamai.'" 

فَهَذَا الْهَجْرُ لِحَقِّ الْإِنْسَانِ حَرَامٌ وَإِنَّمَا رَخَّصَ فِي بَعْضِهِ كَمَا رَخَّصَ لِلزَّوْجِ أَنْ يَهْجُرَ امْرَأَتَهُ فِي الْمَضْجَعِ إذَا نَشَزَتْ. وَكَمَا رَخَّصَ فِي هَجْرِ الثَّلَاثِ. 

Oleh karena itu, meninggalkan seseorang karena masalah pribadi yang sebenarnya dapat diselesaikan, seperti perselisihan antara saudara, diharamkan, meskipun ada kelonggaran dalam beberapa kasus lainnya, seperti ketika istri durhaka, seseorang diperbolehkan untuk meninggalkan pasangannya di tempat tidur, sebagaimana diberi kelonggaran dalam hajr selama tiga hari. 

فَيَنْبَغِي أَنْ يُفَرَّقَ بَيْنَ الْهَجْرِ لِحَقِّ اللَّهِ وَبَيْنَ الْهَجْرِ لِحَقِّ نَفْسِهِ. 

Oleh karena itu, harus dibedakan antara meninggalkan seseorang karena hak Allah dan meninggalkannya karena kepentingan pribadi.

فَالْأَوَّلُ مَأْمُورٌ بِهِ وَالثَّانِي مَنْهِيٌّ عَنْهُ؛ لِأَنَّ الْمُؤْمِنِينَ إخْوَةٌ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ: «لَا تَقَاطَعُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ».

Maka yang pertama adalah yang diperintahkan dan yang kedua adalah yang dilarang, karena sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda dalam hadis yang shahih: 'Jangan saling memutuskan silaturahmi, jangan saling memusuhi, jangan saling membenci, dan jangan saling dengki, serta jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, sesama muslim adalah saudara bagi sesama muslim'.


___ 


TRENDING