هجر المبتدعة -- وجوبه وضوابطه
وهو بحث مختصر لفضيلة شيخنا المبارك أبي عبد الله محمد بن علي بن حزام البعداني حفظه اللّــــه ورعاه ونفع به الإســلام والمسلمين
MEMUTUS HUBUNGAN DENGAN AHLUL BID'AH, KEWAJIBANNYA DAN PEDOMAN-PEDOMANNYA, Sebuah penelitian singkat dari syaikh kami yang mulia, Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam al-Ba'adani semoga Allah menjaga dan melindungi beliau serta bermanfaat bagi umat Islam dan Muslimin
Catatan penting! :
Bacalah penelitian ini setelah kamu paham dengan jelas dan tidak ambigu tentang definisi ahlul bid'ah atau mubtadi' di sisi ulama hadits dan jarh wa ta'dil agar proporsional dalam praktek dan sesuai dengan maksud penulis -Ed
قَالَ الإِمَامُ البَغَوِيُّ رَحِمَهُ اللهُ فِي ”شرح السنة“ (١/ ٢٢٤):
قَدْ أَخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ افْتِرَاقِ هَذِهِ الأُمَّةِ، وَظُهُورِ الأَهْوَاءِ وَالْبِدَعِ فِيهِمْ، وَحَكَمَ بِالنَّجَاةِ لِمَنِ اتَّبَعَ سُنَّتَهُ، وَسُنَّةَ أَصْحَابِهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، فَعَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ إِذَا رَأَى رَجُلا يَتَعَاطَى شَيْئًا مِنَ الأَهْوَاءِ وَالْبِدَعِ مُعْتَقِدًا، أَوْ يَتَهَاوَنُ بِشَيْءٍ مِنَ السُّنَنِ أَنْ يَهْجُرَهُ، وَيَتَبَرَّأَ مِنْهُ، وَيَتْرُكَهُ حَيًّا وَمَيِّتًا، فَلا يُسَلِّمْ عَلَيْهِ إِذَا لَقِيَهُ، وَلا يُجِيبَهُ إِذَا ابْتَدَأَ إِلَى أَنْ يَتْرُكَ بِدْعَتَهُ، وَيُرَاجِعَ الْحَقَّ.
Imam Al-Baghawi rahimahullah dalam "Syarah As-Sunnah" (1/224) berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberitahukan tentang
perpecahan umat ini, munculnya hawa nafsu dan bid'ah di antara mereka, dan
memerintahkan keselamatan bagi siapa yang mengikuti sunnahnya dan sunnah para
sahabatnya radhiyallahu 'anhum. Oleh karena itu, tugas orang Muslim ketika
melihat seseorang yang terlibat dalam hawa nafsu dan bid'ah adalah
meninggalkannya, mengambil jarak darinya, dan meninggalkannya hidup atau mati.
Jangan memberikan salam kepadanya ketika bertemu dengannya, dan jangan
memberikan tanggapan ketika dia memulai sampai dia meninggalkan bid'ahnya dan
kembali kepada kebenaran.
وَالنَّهْيُ عَنِ الْهِجْرَانِ فَوْقَ الثَّلاثِ فِيمَا يَقَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنَ التَّقْصِيرِ فِي حُقُوقِ الصُّحْبَةِ وَالْعِشْرَةِ دُونَ مَا كَانَ ذَلِكَ فِي حَقِّ الدِّينِ، فَإِنَّ هِجْرَةَ أَهْلِ الأَهْوَاءِ وَالْبِدَعِ دَائِمَةٌ إِلَى أَنْ يَتُوبُوا.اﻫ
Larangan memutus hubungan dengan teman atau sahabat
di atas tiga hari, ketika terjadi ketidakadilan dalam hubungan persahabatan
dan kebersamaan, diluar permasalahan prinsip agama. Karena pemutusan
hubungan dengan orang-orang yang berpikiran sesat dan berbuat bid'ah (yakni
dalam prinsip-prinsip agama) akan terus berlangsung sampai mereka bertaubat.
وَقَالَ الإِمَامُ الآجُرِّيُّ مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ رَحِمَهُ اللهُ فِي
الشَّرِيعةِ (١/ ٤٢٤) :
فِيمَا ذَكَرْتُ فِي هَذَا الْجُزْءِ مِنَ التَّمَسُّكِ بِشَرِيعَةِ الْحَقِّ،
وَالِاسْتِقَامَةِ عَلَى مَا نَدَبَ اللَّهُ تَعَالَى إِلَيْهِ أُمَّةَ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَدَبَهُمْ إِلَيْهِ الرَّسُولُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا إِذَا تَدَبَّرَهُ الْعَاقِلُ عَلِمَ
أَنَّهُ قَدْ أَلْزَمَهُ التَّمَسُّكَ بِكِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى، وَسُنَّةِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَبِسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِينَ , وَجَمِيعِ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ , وَجَمِيعِ
مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، وَأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ، وَتَرْكِ الْجِدَالِ
وَالْمِرَاءِ وَالْخُصُومَةِ فِي الدِّينِ، وَلَزِمَ مُجَانَبَةُ أَهْلِ
الْبِدَعِ , وَالِاتِّبَاعُ , وَتَرْكُ الِابْتِدَاعُ , فَقَدْ كَفَانَا عِلْمُ
مَنْ مَضَى مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ لَا يُسْتَوْحَشُ عَنْ
ذِكْرِهِمْ، مِنْ مَذَاهِبِ أَهْلِ الْبِدَعِ وَالضَّلَالَاتِ.اﻫ
Imam Al-Ajurri Muhammad bin Al-Husain rahimahullah pernah mengatakan dalam
Syari'ah (1/424):
Dalam bagian ini yang saya sebutkan tentang pentingnya memegang teguh
syari'at yang benar dan istiqamah pada apa yang Allah Ta'ala perintahkan
untuk umat Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, yang dianjurkan oleh
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, jika dihayati oleh orang yang
berakal maka dia akan mengetahui bahwa dia harus memegang teguh kitab
Allah Ta'ala, sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, dan sunnah
khulafa ar-rasyidin, seluruh sahabat r.a, dan seluruh orang yang
mengikuti mereka dengan baik, serta imam-imam kaum muslimin. Dia harus
meninggalkan perdebatan, pertikaian, dan perbedaan dalam agama, dan
harus menjauhi orang-orang yang melakukan bid'ah dan harus mengikuti
mereka yang benar. Jika demikian, maka pengetahuan kita sudah cukup dari
para imam muslim yang dahulu yang tidak diragukan keilmuannya, dari
segala macam mazhab ahli bid'ah dan kesesatan.
وَقَالَ الإِمَامُ أَبُو القَاسِمِ الأَصْبَهَانِيُّ رَحِمَهُ اللهُ فِي
الحُجَّةِ (٢/ ٥٧١):
وَمن مَذْهَبِ أَهْلِ السُّنةِ التَّورعُ فِي المَآكلِ وَالمَشَاربِ
وَالمَنَاكِحِ وَالتَّحَرزِ مِنْ الْفَوَاحِش وَالقَبَائِحِ،
وَالتَّحْرِيضُ عَلَى التَّحابِّ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَاتِّقاءِ
الْجِدَال وَالمُنَازَعةِ فِي أصُولِ الدِّينِ، وَمُجَانَبةِ أَهْلِ
الْأَهْوَاء وَالضَّلَالَةِ، وَهَجْرِهِم وَمُبَايَنَتِهم.اﻫ
Imam Abu Al-Qasim Al-Asbahani rahimahullah mengatakan dalam kitab
Al-Hujjah (2/571):
"Dan termasuk madzhab Ahlus Sunnah adalah berhati-hati dalam
makanan, minuman, perkawinan, menjaga diri dari perbuatan keji dan
dosa, mendorong untuk saling mencintai karena Allah Azza wa Jalla,
menjauhi perdebatan dan pertikaian dalam masalah-masalah agama,
serta menjauhi orang-orang yang terjerumus pada bid'ah dan
kesesatan, meninggalkan mereka dan membedakan diri dari mereka."
وَقَالَ الإِمَامُ ابنُ قُدَامَةَ رَحِمَهُ اللهُ فِي لُمْعَةِ الاعْتِقَاد:
وَمِنَ السُّنَةِ: هُجْرَانُ أَهْلِ البِدَعِ وَمُبَايَنَتُهُم، وَتَركُ الجِدالِ وَالخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ، وَتَركُ النَّظَرِ فِي كُتُبِ المُبْتَدِعَةِ، وَالإِصْغَاءِ إِلَى كَلَامِهِم.اﻫ
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah juga mengatakan dalam kitab Lum'atul
I'tiqad:
"Dan termasuk sunnah adalah memutus diri dari orang-orang yang
menyelisihi ajaran Islam dan membedakan diri dari mereka,
meninggalkan perdebatan dan pertikaian dalam agama, meninggalkan
membaca kitab-kitab orang-orang yang mengada-adakan ajaran baru,
serta tidak mendengarkan perkataan mereka."
قال أبو عبد الله غفر الله له:
فمما تقدم من الأدلة وآثار السلف –التي نقلنا بعضها، وغيرها أكثر منها-
يستفاد منها أن المبتدعة يبغضون لله، ويجانبون فلا يجالسون، بل ويستحقون
الزجر والإهانة والهجر، حتى يتوبوا مما أحدثوه، كما تبين من الأدلة وآثار
السلف.
Abu Abdillah, semoga Allah mengampuninya, mengatakan :
bahwa dari bukti-bukti dan jejak-jejak Salaf yang telah disampaikan
- sebagian kami kutip, sebagian lagi lebih banyak lagi - dapat
disimpulkan bahwa orang-orang yang menyimpang dari ajaran Islam
membenci Allah dan harus dijauhi dan jangan bermajlis dengan mereka.
Bahkan mereka harus ditegur, dihina, dan dijauhi, sampai mereka
bertaubat dari kesesatan yang mereka ciptakan. Hal ini terlihat
jelas dari bukti-bukti dan jejak-jejak Salaf.
هذا وليعلم أن الهجر نوعان: هجر ترك، والمقصود به هجر السوء وأهله،
وهجر البدع وأهلها بالبعد عنهم وعدم مخالطتهم ومجالستهم. فهذا الهجر
هو المراد بقوله تعالى: {وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي
آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ
غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ
الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}..
Perlu diketahui bahwa ada dua jenis pemutusan hubungan (hajr):
hajr bermakna meninggalkan, yang dimaksud di sini adalah
dengan meninggalkan keburukan dan orang-orang yang terlibat di
dalamnya, dan yang kedua:
hajr dari bid'ah dan orang-orang yang mengamalkannya dengan
menjauh dari mereka dan tidak bergaul dengan mereka. Ini adalah hijrah yang dimaksud dalam firman Allah: "Dan
apabila kamu melihat orang-orang yang berbicara tentang
ayat-ayat Kami dengan mengolok-olokkan, maka berpalinglah dari
mereka hingga mereka berbicara tentang hal lain. Dan jika
syaitan membuat kamu lupa, maka janganlah kamu duduk sesudah itu
bersama orang-orang yang zalim" (QS. Al-An'am: 68).
وقَوْله تَعَالَى {وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ
إذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا
فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ
إنَّكُمْ إذًا مِثْلُهُمْ} . وقوله صلى الله عليه وسلم: (والمهاجر من
هجر ما نهى الله عنه).
والمبتدع جليس سوء يجب البعد عنه، والمرء على دين خليله وجليسه.
Dan Allah ta'ala berfirman :
"Dan sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadamu dalam Al
Kitab, bahwa jika kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diolok-olokkan oleh orang-orang, maka janganlah kamu duduk
bersama mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya kamu (jika kamu tetap berada di
tengah-tengah mereka), tentu menjadi seperti mereka." Adapun ucapan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah
"Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa
yang Allah larang."
Dan mubtadi' adalah teman duduk yang buruk, maka harus
dijauhi. Dan seorang itu akan cenderung menyerupai agama orang
yang ia cintai dan teman duduknya.
والهجر الثاني هو هجر تأديب وزجر وإهانة وتقريع للمبتدع بترك رد
السلام وعدم الكلام معه بالكلية، ونحو ذلك حتى يتوب إلى الله
عزوجل مما أحدثه، وهذا الهجر هو الأصل في معاملة المبتدع مادامت
مصلحته متحققة وغالبة على المفاسد إن وجدت.
Dan bentuk pemutusan hubungan (boikot) yang kedua adalah
berupa tindakan disiplin, hukuman, penghinaan, dan isolasi
terhadap pengikut bid'ah dengan tidak memberi salam atau
berbicara dengan mereka sama sekali, dan sebagainya, sampai
mereka bertaubat kepada Allah Yang Maha Kuasa atas perbuatan
bid'ah yang telah mereka lakukan. Boikot jenis ini adalah
standar asal yang diterapkan kepada mubtadi' selama ada
maslahat yang jelas dan mendominasi daripada kerugiannya.
فإن كان هذا الهجر سيسبب مفاسد شرعية هي راجحة على المصالح الشرعية فيجب ترك هذا الهجر مع بقاء المسلم على النوع الأول من الهجر.
Namun, jika boikot ini akan menimbulkan kerugian yang lebih
besar daripada manfaatnya, maka perlu meninggalkan bentuk
boikot ini sambil tetap mempertahankan bentuk boikot
pertama.
وهذا التقسيم استفدناه من شيخ الإسلام ابن تيمية
رحمه الله وأكرمه برضوانه، وإليك كلامه بتمامه
ونصه:
Dan pembagian ini, kami dapatkan faedahnya dari ulama
besar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, semoga Allah
merahmatinya dan memuliakannya dengan curahan ridho-Nya.
Berikut ini adalah kutipan ucapan beliau secara lengkap
dan utuh:
قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله كما في مجموع الفتاوى
(٢٨/ ٢٠٣):
الْهَجْرُ الشَّرْعِيُّ نَوْعَانِ: أَحَدُهُمَا بِمَعْنَى
التَّرْكِ لِلْمُنْكَرَاتِ. وَالثَّانِي بِمَعْنَى
الْعُقُوبَةِ عَلَيْهَا.
فَالْأَوَّلُ: هُوَ الْمَذْكُورُ فِي قَوْله تَعَالَى:
{وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا
فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ
غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا
تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ}.
وقَوْله تَعَالَى {وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي
الْكِتَابِ أَنْ إذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ
بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ
حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إنَّكُمْ إذًا
مِثْلُهُمْ} .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata
dalam Majmu' Al-Fatawa (28/203):
Al-Hajr (Pemutusan Hubungan) Syari'yyah terbagi
menjadi dua jenis:
Pertama, artinya meninggalkan perbuatan mungkar. Kedua, artinya memberikan hukuman atas
perbuatan mungkar tersebut.
Maka pada jenis yang pertama, sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah Ta'ala:
'Dan apabila kamu melihat orang-orang yang berbuat
mungkar, maka pisahkanlah dirimu daripada mereka
hingga mereka berbicara tentang yang lain. Dan jika
syaitan menjadikan kamu lupa, maka setelah teringat
janganlah kamu duduk bersama-sama dengan orang-orang
yang zalim.'
(QS. Al-An'am: 68).
Juga firman-Nya:
'Dan Allah telah menurunkan kepadamu dalam
Al-Kitab, bahwa jika kamu mendengar ayat-ayat Allah
diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu
duduk bersama mereka, sehingga mereka memasuki
pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya kamu akan
menjadi seperti mereka.' (QS. An-Nisa': 140).
فَهَذَا يُرَادُ بِهِ أَنَّهُ لَا يَشْهَدُ الْمُنْكَرَاتِ
لِغَيْرِ حَاجَةٍ مِثْلَ قَوْمٍ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ
يَجْلِسُ عِنْدَهُمْ. وَقَوْمٌ دُعُوا إلَى وَلِيمَةٍ فِيهَا
خَمْرٌ وَزَمْرٌ لَا يُجِيبُ دَعْوَتَهُمْ وَأَمْثَالَ
ذَلِكَ. بِخِلَافِ مَنْ حَضَرَ عِنْدَهُمْ لِلْإِنْكَارِ
عَلَيْهِمْ أَوْ حَضَرَ بِغَيْرِ اخْتِيَارِهِ.
Pernyataan tersebut bermaksud bahwa seseorang tidak
seharusnya menyaksikan tindakan yang buruk tanpa
kebutuhan (yang terpaksa), seperti ketika seseorang yang
minum minuman keras kemudian duduk di sisinya atau
seseorang yang diundang ke sebuah pesta pernikahan yang
ternyata di sana ada minuman keras dan musik yang keras,
tetapi tidak merespon undangan mereka. Kecuali orang
yang menghadiri acara kemungkaran untuk mengingkari atau
menghadirinya tanpa pilihan dia.
وَلِهَذَا يُقَالُ: حَاضِرُ الْمُنْكَرِ كَفَاعِلِهِ. وَفِي الْحَدِيثِ: {مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَجْلِسْ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ}.
Oleh karena itu, dikatakan bahwa hadirnya seseorang pada
acara kemungkaran (dengan sengaja dan pilihannya) sama
saja dengan melakukan tindakan tersebut. Seperti dalam
hadis: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, maka janganlah ia duduk di meja makan yang ada
minuman keras di atasnya."
وَهَذَا الْهَجْرُ مِنْ جِنْسِ هَجْرِ الْإِنْسَانِ
نَفْسَهُ عَنْ فِعْلِ الْمُنْكَرَاتِ. كَمَا قَالَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا
نَهَى اللَّهُ عَنْهُ}.
Ini adalah hajr (pemutusan hubungan) dari jenis hajr
manusia itu sendiri untuk melakukan perbuatan yang
tercela. Seperti yang dikatakan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
'Muhajir adalah orang yang memutus hubungan
(meninggalkan) dari apa yang dilarang Allah'.
وَمِنْ هَذَا الْبَابِ الْهِجْرَةُ مِنْ دَارِ
الْكُفْرِ وَالْفُسُوقِ إلَى دَارِ الْإِسْلَامِ
وَالْإِيمَانِ. فَإِنَّهُ هَجْرٌ لِلْمَقَامِ بَيْنَ
الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ الَّذِينَ لَا
يُمَكِّنُونَهُ مِنْ فِعْلِ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ
وَمِنْ هَذَا قَوْله تَعَالَى {وَالرُّجْزَ
فَاهْجُرْ}.
Dan termasuk dalam bab ini adalah hijrah dari
negeri orang-orang kafir dan fasik ke negeri Islam
dan iman. Maka itu merupakan jenis hajr tempat
antara orang-orang kafir dan munafik yang tidak
mampu melakukan apa yang Allah perintahkan. Allah
berfirman, "Dan (juga) keburukan, maka hijrahlah
(dari tempat yang melakukan keburukan tersebut)".
النَّوْعُ الثَّانِي: الْهَجْرُ عَلَى وَجْهِ التَّأْدِيبِ، وَهُوَ هَجْرُ مَنْ يُظْهِرُ الْمُنْكَرَاتِ يُهْجَرُ حَتَّى يَتُوبَ مِنْهَا كَمَا هَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ: الثَّلَاثَةَ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ تَوْبَتَهُمْ. حِينَ ظَهَرَ مِنْهُمْ تَرْكُ الْجِهَادِ الْمُتَعَيَّنِ عَلَيْهِمْ بِغَيْرِ عُذْرٍ وَلَمْ يَهْجُرْ مَنْ أَظْهَرَ الْخَيْرَ، وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا.
Jenis hajr yang kedua adalah hajr sebagai bentuk
disiplin (hukuman), yaitu memutus hubungan dengan
orang yang melakukan perbuatan tercela yang
dilakukan terbuka, untuk ditinggalkan sampai ia
bertaubat dari perbuatan tersebut. Seperti hajr
(pemutusan hubungan) yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan muslimin terhadap tiga orang,
sampai Allah menurunkan taubat bagi mereka. Mereka
ditinggalkan karena meninggalkan jihad yang wajib
bagi mereka tanpa alasan yang benar, tetapi tidak
ditinggalkan orang yang menunjukkan kebaikan,
meskipun ia seorang munafik.
فَهُنَا الْهَجْرُ هُوَ بِمَنْزِلَةِ
التَّعْزِيرِ. وَالتَّعْزِيرُ يَكُونُ لِمَنْ
ظَهَرَ مِنْهُ تَرْكُ الْوَاجِبَاتِ وَفِعْلُ
الْمُحَرَّمَاتِ كَتَارِكِ الصَّلَاةِ
وَالزَّكَاةِ وَالتَّظَاهُرِ بِالْمَظَالِمِ
وَالْفَوَاحِشِ وَالدَّاعِي إلَى الْبِدَعِ
الْمُخَالِفَةِ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ،
وَإِجْمَاعِ سَلَفِ الْأُمَّةِ الَّتِي ظَهَرَ
أَنَّهَا بِدَعٌ.
Maka bentuk hajr di sini adalah seperti ta'zir
(hukuman khusus). Dan ta'zir ini diberikan kepada
orang yang nampak bahwa dia meninggalkan
kewajiban dan melakukan yang terlarang,
seperti meninggalkan shalat, zakat,
menunjukkan ketidakadilan, perbuatan keji, dan
mempromosikan bid'ah yang bertentangan dengan
Kitab dan Sunnah serta
ijma ulama salaf yang telah diketahui
sebagai bid'ah.
وَهَذَا حَقِيقَةُ قَوْلِ مَنْ قَالَ مِنْ السَّلَفِ وَالْأَئِمَّةِ: إنَّ الدُّعَاةَ إلَى الْبِدَعِ لَا تُقْبَلُ شَهَادَتُهُمْ، وَلَا يُصَلَّى خَلْفَهُمْ، وَلَا يُؤْخَذُ عَنْهُمْ الْعِلْمُ، وَلَا يُنَاكَحُونَ.
Dan inilah hakekat dari ucapan orang-orang
salaf dan imam-imam: bahwa para penyeru bid'ah tidak diterima
kesaksian mereka, tidak boleh shalat di
belakangnya, ilmu tidak diambil dari mereka,
dan tidak menikahkan dengan mereka.
فَهَذِهِ عُقُوبَةٌ لَهُمْ حَتَّى يَنْتَهُوا؛
*((وَلِهَذَا يُفَرِّقُونَ بَيْنَ
الدَّاعِيَةِ وَغَيْرِ الدَّاعِيَةِ؛ لِأَنَّ
الدَّاعِيَةَ أَظْهَرَ الْمُنْكَرَاتِ؛
فَاسْتَحَقَّ الْعُقُوبَةَ بِخِلَافِ
الْكَاتِم))ِ*
فَإِنَّهُ لَيْسَ شَرًّا مِنْ الْمُنَافِقِينَ
الَّذِينَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ عَلَانِيَتَهُمْ
وَيَكِلُ سَرَائِرَهُمْ إلَى اللَّهِ مَعَ
عِلْمِهِ بِحَالِ كَثِيرٍ مِنْهُمْ.
Ini adalah hukuman bagi mereka sampai
mereka berhenti;
((dan karena itu mereka membedakan
antara orang yang menyeru dan orang yang
tidak menyeru, karena penyeru
menampakkan kemungkaran, sehingga ia
pantas mendapat hukuman berbeda dari
orang yang diam))*. Maka sesungguhnya tidak termasuk
kejahatan orang munafik yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menerima penyataan mereka dan menyerahkan
rahasia mereka kepada Allah dengan
pengetahuan-Nya tentang keadaan banyak
dari mereka.
وَذَلِكَ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {إنَّ النَّاسَ
إذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ فَلَمْ
يُغَيِّرُوهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ
اللَّهُ بِعِقَابِ مِنْهُ}.
فَالْمُنْكَرَاتُ الظَّاهِرَةُ يَجِبُ
إنْكَارُهَا؛ بِخِلَافِ الْبَاطِنَةِ
فَإِنَّ عُقُوبَتَهَا عَلَى صَاحِبِهَا
خَاصَّةً.
Ini karena Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
"Sesungguhnya jika manusia melihat
kemungkaran dan tidak mengubahnya, maka
hampir-hampir Allah akan menimpakan
siksa kepada mereka." Oleh karena itu, kemungkaran yang tampak
harus ditegur, berbeda dengan hal-hal yang
bersifat batin, karena hukumannya khusus
untuk pelakunya.
*((وَهَذَا الْهَجْرُ يَخْتَلِفُ
بِاخْتِلَافِ الْهَاجِرِينَ فِي
قُوَّتِهِمْ وَضَعْفِهِمْ وَقِلَّتِهِمْ
وَكَثْرَتِهِمْ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ بِهِ
زَجْرُ الْمَهْجُورِ وَتَأْدِيبُهُ
وَرُجُوعُ الْعَامَّةِ عَنْ مِثْلِ
حَالِهِ. فَإِنْ كَانَتْ الْمَصْلَحَةُ
فِي ذَلِكَ رَاجِحَةً بِحَيْثُ يُفْضِي
هَجْرُهُ إلَى ضَعْفِ الشَّرِّ
وَخِفْيَتِهِ كَانَ مَشْرُوعًا. وَإِنْ
كَانَ لَا الْمَهْجُورُ وَلَا غَيْرُهُ
يَرْتَدِعُ بِذَلِكَ بَلْ يُزِيدُ
الشَّرَّ وَالْهَاجِرُ ضَعِيفٌ بِحَيْثُ
يَكُونُ مَفْسَدَةُ ذَلِكَ رَاجِحَةً
عَلَى مَصْلَحَتِهِ لَمْ يُشْرَعْ
الْهَجْر))ُ*
Hajr ini berbeda-beda tergantung pada
kekuatan, kelemahan, jumlah, dan
sebagainya dari orang-orang yang
meng-hajr karena tujuannya adalah
untuk mengecam orang yang ditinggalkan
(di-hajr) dan mendisiplinkannya
(memberinya hukuman), serta untuk
membuat orang lain menyesali tindakan
serupa. Jika tindakan hajr tersebut
akan membawa manfaat yang jelas karena
mendorong melemahnya kejahatan untuk
menjadi lebih rendah dan tidak
terlihat, maka itu disyariatkan. Namun
jika tidak ada manfaat bagi orang yang
ditinggalkan atau orang lain malah
semakin terprovokasi untuk melakukan
kejahatan, dan orang yang melakukan
hajr menjadi lemah sehingga tindakan
tersebut merugikan dirinya, maka dalam
kondisi seperti ini, hajr tidak
disyariatkan.
بل يكونُ التَّأْلِيفُ لِبَعْضِ
النَّاسِ أَنْفَعَ مِنْ الْهَجْرِ.
وَالْهَجْرُ لِبَعْضِ النَّاسِ أَنْفَعُ
مِنْ التَّأْلِيفِ؛ وَلِهَذَا كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَتَأَلَّفُ قَوْمًا
وَيَهْجُرُ آخَرِينَ. كَمَا أَنَّ
الثَّلَاثَةَ الَّذِينَ خُلِّفُوا
كَانُوا خَيْرًا مِنْ أَكْثَرِ
الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ لَمَّا
كَانَ أُولَئِكَ كَانُوا سَادَةً
مُطَاعِينَ فِي عَشَائِرِهِمْ فَكَانَتْ
الْمَصْلَحَةُ الدِّينِيَّةُ فِي
تَأْلِيفِ قُلُوبِهِمْ وَهَؤُلَاءِ
كَانُوا مُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنُونَ
سِوَاهُمْ كَثِيرٌ فَكَانَ فِي
هَجْرِهِمْ عِزُّ الدِّينِ
وَتَطْهِيرُهُمْ مِنْ ذُنُوبِهِمْ
Bahkan terkadang, berlemah lembut
dengan manusia, pada sebagian mereka
lebih baik daripada melakukan hajr.
Dan sebaliknya, terkadang hajr lebih
baik daripada berlemah-lembut. Oleh
karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kadang-kadang
berlembut dengan orang-orang tertentu
dan kadang-kadang meninggalkan yang
lain. Sebagaimana kisah tiga orang
yang masyhur dari sahabat nabi yang
ditangguhkan penerimaan taubatnya,
mereka adalah orang-orang yang lebih
baik daripada kebanyakan orang yang
butuh dilembutkan hatinya, dikarenakan
mereka adalah pemimpin yang dipatuhi
pada keluarganya. Oleh karena itu,
kemaslahatan agama terletak pada
melembutkan hati-hati mereka dan
mereka adalah orang-orang yang sudah
sejak lama beriman, sedangkan
orang-orang beriman selain mereka
banyak. Maka dalam pengambilan sikap
hajr terhadap mereka terdapat
kemuliaan untuk agama dan membersihkan
mereka dari dosa-dosanya.
وَهَذَا كَمَا أَنَّ الْمَشْرُوعَ فِي
الْعَدُوِّ الْقِتَالُ تَارَةً
وَالْمُهَادَنَةُ تَارَةً وَأَخْذُ
الْجِزْيَةِ تَارَةً كُلُّ ذَلِكَ
بِحَسَبِ الْأَحْوَالِ وَالْمَصَالِحِ.
Hal ini mirip dengan apa yang
diizinkan dalam kaitannya dengan
musuh. Terkadang kita harus bertempur,
terkadang kita harus bersikap damai,
dan terkadang kita harus menarik
upeti, semuanya tergantung pada
keadaan dan kepentingan (apa yang
lebih bermaslahat).
وَجَوَابُ الْأَئِمَّةِ كَأَحْمَدَ
وَغَيْرِهِ فِي هَذَا الْبَابِ مَبْنِيٌّ
عَلَى هَذَا الْأَصْلِ وَلِهَذَا كَانَ
يُفَرِّقُ بَيْنَ الْأَمَاكِنِ الَّتِي
كَثُرَتْ فِيهَا الْبِدَعُ كَمَا كَثُرَ
الْقَدَرُ فِي الْبَصْرَةِ وَالتَّنْجِيمُ
بِخُرَاسَانَ وَالتَّشَيُّعُ بِالْكُوفَةِ
وَبَيَّنَ مَا لَيْسَ كَذَلِكَ وَيُفَرِّقُ
بَيْنَ الْأَئِمَّةِ الْمُطَاعِينَ
وَغَيْرِهِمْ وَإِذَا عَرَفَ مَقْصُودَ
الشَّرِيعَةِ سَلَكَ فِي حُصُولِهِ أَوْصَلَ
الطُّرُقِ إلَيْهِ.
Jawaban para ulama seperti Ahmad dan yang
lainnya dalam masalah ini didasarkan pada
prinsip ini. Oleh karena itu, mereka
membedakan antara tempat-tempat yang
banyak terdapat bid'ah seperti banyaknya
bid'ah qadariyah di Basrah, praktik
astrologi di Khurasan, dan paham syiah di
Kufah, serta menjelaskan apa yang tidak
sesuai dengan prinsip ini dan membedakan
antara para imam yang ditaati dan yang
lainnya.
Jika seseorang telah memahami tujuan
dari syariat, maka ia harus menempuh
cara yang benar untuk mencapainya.
وَإِذَا عَرَفَ هَذَا فَالْهِجْرَةُ
الشَّرْعِيَّةُ هِيَ مِنْ الْأَعْمَالِ
الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا وَرَسُولُهُ.
فَالطَّاعَةُ لَا بُدَّ أَنْ تَكُونَ
خَالِصَةً لِلَّهِ وَأَنْ تَكُونَ مُوَافِقَةً
لِأَمْرِهِ فَتَكُونُ خَالِصَةً لِلَّهِ
صَوَابًا. فَمَنْ هَجَرَ لِهَوَى نَفْسِهِ
أَوْ هَجَرَ هَجْرًا غَيْرَ مَأْمُورٍ بِهِ:
كَانَ خَارِجًا عَنْ هَذَا.
Jika seseorang telah memahami ini, maka
hijrah syari'ah adalah salah satu dari
amalan yang Allah dan Rasul-Nya
perintahkan. Ketaatan haruslah murni untuk
Allah dan haruslah sejalan dengan
perintah-Nya sehingga menjadi ketaatan
yang benar-benar murni untuk Allah. Siapa
saja yang melakukan hijrah untuk kepuasan
diri sendiri atau melakukan hijrah yang
tidak diperintahkan, maka dia akan keluar
dari lingkup ini.
وَمَا أَكْثَرَ مَا تَفْعَلُ النُّفُوسُ مَا
تَهْوَاهُ ظَانَّةً أَنَّهَا تَفْعَلُهُ
طَاعَةً لِلَّهِ. وَالْهَجْرُ لِأَجْلِ
حَظِّ الْإِنْسَانِ لَا يَجُوزُ أَكْثَرَ
مِنْ ثَلَاثٍ كَمَا جَاءَ فِي
الصَّحِيحَيْنِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ:
{لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمِ أَنَّ يَهْجُرَ
أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ؛ يَلْتَقِيَانِ
فَيَصُدُّ هَذَا وَيَصُدُّ هَذَا
وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ
بِالسَّلَامِ} فَلَمْ يُرَخِّصْ فِي هَذَا
الْهَجْرِ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثٍ كَمَا لَمْ
يُرَخِّصْ فِي إحْدَادِ غَيْرِ الزَّوْجَةِ
أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثٍ.
Banyak sekali tindakan yang dilakukan
oleh manusia sesuai dengan keinginannya,
dengan mengira-ngira bahwa tindakan
tersebut merupakan ketaatan kepada
Allah. Namun, hajr yang dilakukan karena
peruntungan seseorang tidak
diperbolehkan melebihi tiga hari,
sebagaimana yang disebutkan dalam dua
kitab hadis yang sahih dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau
bersabda: "Tidak halal bagi seorang
muslim untuk meninggalkan saudaranya
lebih dari tiga hari. Jika keduanya
bertemu, lalu yang satu menolak sapaan,
maka yang lainnya juga menolak sapaan,
dan sebaik-baiknya di antara keduanya
adalah yang memulai dengan memberi
salam." Tidak diberikan kelonggaran
dalam hal hajr ini melebihi tiga hari,
sebagaimana juga tidak diberikan
kelonggaran dalam masalah menyendiri
dengan istri lebih dari tiga hari.
وَفِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْهُ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ: «تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ
كُلَّ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَيُغْفَرُ
لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاَللَّهِ
شَيْئًا؛ إلَّا رَجُلًا كَانَ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى
يَصْطَلِحَا».
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim
menyebutkan bahwa Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam
bersabda, "Pintu-pintu surga dibuka
pada setiap hari Senin dan Kamis,
maka diampuni setiap hamba yang
tidak mempersekutukan Allah dengan
sesuatu pun, kecuali orang yang
masih memiliki permusuhan dengan
saudaranya. Maka dikatakan,
'Tahanlah keduanya sampai mereka
berdamai.'"
فَهَذَا الْهَجْرُ لِحَقِّ الْإِنْسَانِ حَرَامٌ وَإِنَّمَا رَخَّصَ فِي بَعْضِهِ كَمَا رَخَّصَ لِلزَّوْجِ أَنْ يَهْجُرَ امْرَأَتَهُ فِي الْمَضْجَعِ إذَا نَشَزَتْ. وَكَمَا رَخَّصَ فِي هَجْرِ الثَّلَاثِ.
Oleh karena itu, meninggalkan
seseorang karena masalah pribadi
yang sebenarnya dapat diselesaikan,
seperti perselisihan antara saudara,
diharamkan, meskipun ada kelonggaran dalam beberapa
kasus lainnya, seperti ketika istri durhaka,
seseorang diperbolehkan untuk
meninggalkan pasangannya di tempat
tidur, sebagaimana diberi
kelonggaran dalam hajr selama tiga
hari.
فَيَنْبَغِي أَنْ يُفَرَّقَ بَيْنَ الْهَجْرِ لِحَقِّ اللَّهِ وَبَيْنَ الْهَجْرِ لِحَقِّ نَفْسِهِ.
Oleh karena itu, harus dibedakan
antara meninggalkan seseorang karena
hak Allah dan meninggalkannya karena
kepentingan pribadi.
فَالْأَوَّلُ مَأْمُورٌ بِهِ
وَالثَّانِي مَنْهِيٌّ عَنْهُ؛
لِأَنَّ الْمُؤْمِنِينَ إخْوَةٌ
وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ: «لَا
تَقَاطَعُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا
تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا
وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إخْوَانًا
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ».
Maka yang pertama adalah yang
diperintahkan dan yang kedua adalah
yang dilarang, karena sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
telah bersabda dalam hadis yang
shahih:
'Jangan saling memutuskan
silaturahmi, jangan saling
memusuhi, jangan saling membenci,
dan jangan saling dengki, serta
jadilah kalian hamba-hamba Allah
yang bersaudara, sesama muslim
adalah saudara bagi sesama
muslim'
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيثِ الَّذِي فِي
السُّنَنِ: «أَلَا أُنَبِّئُكُمْ
بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ
وَالصِّيَامِ وَالصَّدَقَةِ
وَالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ
وَالنَّهْيِ عَنْ الْمُنْكَرِ؟
قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ: إصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ
فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتِ الْبَيْنِ هِيَ
الْحَالِقَةُ لَا أَقُولُ تَحْلِقُ
الشَّعْرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ
الدِّينَ».
Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda dalam hadis yang
terdapat dalam kitab Sunan,
'Tidakakah aku beritahu kalian
tentang amalan yang lebih utama
dari derajat shalat, puasa, dan
sedekah, serta amar ma'ruf nahi
munkar?' Mereka menjawab, 'Tentu,
ya Rasulullah.' Beliau bersabda,
'Merajut kembali hubungan
persaudaraan, karena kerusakan
hubungan persaudaraan adalah
pemotong.' Saya tidak mengatakan
bahwa ia memotong rambut, tetapi
ia memotong agama.'
وَقَالَ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ:
«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي
تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ
وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ
الْوَاحِدِ إذْ اشْتَكَى مِنْهُ
عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ
الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ».
Dan dalam hadis yang sahih, beliau
bersabda: "Perumpamaan orang-orang
mukmin dalam kasih sayang, belas
kasihan, dan simpati adalah seperti satu
tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit,
maka seluruh tubuh merasakan sakit
karena demam dan kesulitan tidur."
Bersambung di PART 3 insya Allah...